BAB III : Mamah, wajah kakak itu kenapa?
Kanker itu terus menyebar dan
akhirnya membuat aku lebih sulit bernafas dan mukaku mulai memerah dan kanker itu
pun menarik kulit mataku, sehingga aku sulit untuk melihat.Ketika sampai
disekolah,aku langsung lari kekelas karena malu dengan mukaku yang membengkak.
Ketika istirahat karena aku bosen dikelas aku meminta pada sahabatku untuk
membuat Pak Iyus mengalihkan perhatiannya padaku. Ketika sampai dikantin, aku
melihat anak kecil yang sangat lucu dan aku menyapanya, tetapi ketika aku
menyapanya dia langsung lari keIbunya dan berkata “Mama, wajah kakak itu
kenapa?”. Aku pun hanya terdiam,pura-pura tidak mendengar pembicaraan merela,
lalu ibu itu bertanya “Muka kamu kenapa nak?, apa jangan-jangan kamu terkena
tumor?”. Setelah mendengar itu aku langsung pamit pada ibu itu dan langsung
kembali kekelas. Sampai rumah kata tumor itu selalu menjadi pikiranku “Apakah aku
terkena tumor?” itulah yang selalu aku tanya. Keesokan harinya aku diberi
obat-obat herbal yang disuruh dimakan oleh ayah, tetapi aku tidak
menginginkannya karena rasanya yang pahit dan amis. Lima hari berlalu, tetapi
aku merasa penyakit aku ini menjadi lebih parah bukan membaik, aku hanya
menangis dan bertanya dalam hatiku “Apa yang terjadi denganku?”. Keesokan
harinya aku dibawa ke sebuah pengobatan tradisional diBanten, ketika sampai
disana, ternyata Pak Haji tersebut tidak bisa mengobatkanku dan secara lantang
ia mengatakan “Ini bukan tumor tapi kanker?”. Setelah mendengan itu aku
langsung menangis sampai rumah pun aku mengurung diriku dikamar. Setelah dua
hari berlalu Andi menghampiriku dan akhirnya pun aku ingin makan dan minum obat
kembali.